Ranah Paling Bahaya


Ranah Paling Bahaya




Garis fantasi di atas bumi tak lagi memberikan sebuah arti, tak lagi menjadi pembahasan paling menyenangkan yang selalu dibicarakan. Menepi dari riuhnya semesta membuatku melalui banyak percakapan dengan segala hal yang memenuhi isi kepala. Mengapa harus secemburu itu? Mengapa tak pernah menyadari bahwa kita bukan sepasang merpati yang sedang memadu kasih. Aku sedang tidak sadarkan diri, dibunuh oleh luka yang dibuat sendiri.


           Membedakan sebuah perhatian dengan sebuah rasa kasihan adalah dua hal yang benar-benar sulit untuk dibedakan. Manusia perasa sepertiku memang tak pantas mendapat banyak pertanyaan yang menyangkut paut pada perasaan, bahaya. Terkadang dengan tingkahmu yang sederhana aku selalu menjadi manusia paling bahagia, namun tak jarang selalu merasa terluka.

         Ternyata yang selama ini dirasa, adalah ranah paling bahaya. Ternyata yang selama ini dianggap cinta, adalah hal yang membuat luka semakin menganga. Ternyata yang selama ini terasa nyaman, kau anggap hanya ranah pertemanan. Aku tersenyum, ada yang ingin jatuh, tapi tetap ku tahan, tapi tak bisa dan akhirnya jatuh juga.

            Aku pulang. Kau tidak salah, aku yang terlalu perasa. 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Tentang Ia, Overthingking Namanya.

Peranku Untukmu

Sebuah Usaha dan Semoga